17.8.10

Culture Shock!

Sudah berkali-kali si Mr. Bean -bos sementara gw- yang kebetulan orang Jepang itu bikin heboh di kantor.
Pasalnya, dari masalah printilan sampai dengan masalah gede diurusin sama si Bapak. Di satu sisi, sebel juga orang selevel beliau kok ya ngurusin masalah kecil yang harusnya sudah bukan jadi concernnya. Di lain pihak, memang beliau kadang ada benernya dan gw pun tersadar bahwa mungkin si Bapak masih mengalami gegar budaya (yang gak sembuh-sembuh dan jangan-jangan gak akan pernah sembuh kayak Bapak bos sebelah yang gak sudi berbahasa Indonesia meskipun sudah lama disini dan rutin ke UBM (universitas Blok M)) atau bahasa kerennya culture shock.

Apaan tuh culture shock?  
Culture shock itu... mm.. gegar budaya! Hehehe..
Penjelasan canggihnya gw curikan dari Wikipedia, sbb:

Culture shock is the anxiety and feelings (of surprise, disorientation, uncertainty, confusion, etc.) felt when people have to operate within a different and unknown culture such as one may encounter in a foreign country. It grows out of the difficulties in assimilating the new culture, causing difficulty in knowing what is appropriate and what is not. This is often combined with a dislike for, or even disgust (moral or aesthetic) with certain aspects of the new or different culture. (http://en.wikipedia.org/wiki/Culture_shock)

Dalam kasus si Bapak ini, karena adanya perbedaan antara budaya Indonesia dan Jepang, beliau dianggap aneh dan ragil (rada gila) sama orang-orang kantor, sedangkan beliau juga nganggep orang-orang kantor aneh dan rada gila. Nah lho!!!! (hihihi)

Memangnya apa sih contohnya perbedaan budaya Jepang dan Indonesia?
Saya coba kasih contoh sekelumit sbb:

JEPANG
1. Workaholic, work oriented
Kata bu guyu, penyebab dari ke-workaholic-an orang Jepang bersumber pada anggapan perusahaan adalah ie atau keluarga besar dan juga adanya sistem kerja seumur hidup. Dengan konsep ini, otomatis pengabdian dan loyalitas karyawan kepada perusahaan terdongkrak to the max, karena mereka tergantung penuh pada perusahaan untuk penghidupan yang layak dan kesejahteraan bagi dirinya, anaknya, dan istri. Halah. Singkatnya kalau perusahaan maju, mereka pun makmur; jadi, mereka semangat untuk kerja dan memajukan perusahaan.

2. Tepat waktu
Jangan heran kalo bos Jepang udah sibuk nelpon-nelpon saat jam istirahat hanya baru  lewat 1 detik...


3. Detail, menyeluruh, informatif dan antisipatif (ini kata bukan sih yah?)
Sebelum melakukan sesuatu, mereka membuat list dan analisa past trouble (untuk hal yang sebelumnya pernah dilakukan) serta mencari pemecahan masalah agar tidak terulang masalah yang sama.
Lalu mereka akan me- list up hal-hal yang perlu dilakukan dan masalah-masalah yang mungkin muncul, serta membuat checklist dan schedule mendetil berdasarkan list tersebut (hayo jangan spaced out sambil baca, hehe).
Semua kegiatan berpatokan pada schedule tersebut dan semua pihak yang terlibat well informed mengenai role masing-masing dan schedule yang ada. Daaaan.. semua persiapan selesai jauh-jauh hari. Fiuuuh...

4. Marah-marah on the spot 
Biasanya yang kayak gini nih Bapak-bapak, terutama yang udah tua. Emang sebel sih, kalau mereka marah-marah on the spot, kadang-kadang ada orang ketiga, keempat dan kelima pula yang denger. Tapi setelah marah-marah itu, mereka biasanya jadi OK lagi. Gak ada dendam.

5. Mengutamakan Teamwork 
Deru kugi ha utareru 出る杭は打たれる – the nail that sticks out will be hammered down.

Peribahasa ini menjelaskan banyak mengenai kehomogenan masyarakat Jepang. Pada dasarnya, artinya orang yang berbeda akan "dipukul" kembali ke masyarakat. Semua orang sama, coba saja cek di jalan-jalan Jepang deh, pasti cewe-cewe dan cowo-cowo bergaya mirip-mirip satu sama lain.
Di Jepang, kerjasama dan saling pengertian  merupakan kualitas-kualitas yang diutamakan, bukan kemauan serta kepentingan pribadi dan penilaian individu. Ini gak cuma diaplikasi di perusahaan aja, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

 INDONESIA
1. Family oriented
Kalau bagi orang Jepang cara membahagiakan keluarga adalah kerja, kerja dan kerja sampai ada yang meninggal karena kelebihan kerja, cara orang Indonesia membahagiakan keluarga tidak bergantung sama banyaknya uang yang didapet saja, tapi juga menghabiskan waktu bersama keluarga.
Udah sering gw liat orang-orang Jepang yang baru aja turun dari kapal kecele' karena mereka mau minta data pas udah jam pulang lewat semenit tapi orang yang pegang datanya udah pulang. Hihihihihi..


2. Tidak tepat waktu
Kalo ini sih gak usah diomongin lagi deh... Meskipun ada juga manusia Indonesia yang tepat waktu.

3. Gak detail, gak update, gak banget dan sak karepe dhewe
Kualitas manusia Indonesia inilah yang paling bikin bos gw ngomel-ngomel dan akhir-akhirnya semua orang diomelin (termasuk ai, huhu). Sering banget ada acara yang melibatkan bos gw dan mengharuskan beliau pidato (ini nih si Bapak maunya pidato pake bahasa Indonesia tp gw yang disuruh bikin resume isinya dalam bahasa Inggris dan mesti ngasih lafal yang bener dalam katakana) tapi PICnya baru datang ke si Bapak H-3, tanpa bawa pidato, undangan gak ada, dresscode belum diinfo, jadilah beliau berkicau dengan manisnya, hhhhh..

4. Tidak Marah-marah di depan umum 
Minimal kalau kita berbuat kesalahan, gak satu perusahaan denger kita pas lagi dimarahin (meskipun semua orang nanti dengar dari cerita mulut ke mulut:p). Tapi yang mengerikan, kadang meskipun kita sudah minta maaf dan memperbaiki kesalahan, hal itu akan terus diungkit-ungkit dan imej guilty as charged senantiasa menempel ke kita...

5. Teamwork setengah-setengah
Tentu saja kita kenal teamwork. Tapi, yang sering terjadi adalah ada pihak yang menonjol, ada yang  njadiin individual work tanpa bilang-bilang, ada yang ga sadar tugas dan tanggung jawab, dan sak karepe dhewe. Kadang-kadang pun, terjadi saling lempar melempar tanggung jawab

Jadi, kurang lebih itulah perbedaan Jepang dan Indonesia. Meskipun banyak juga orang Jepang dan orang Indonesia yang gak sesuai dengan sifat-sifat yang saya sebutkan diatas.
Contoh konkritnya bos Jepang gw yang kalo berangkat kemana-mana mepet tapi ngomel-ngomel kalo telat (dikira jalanan Jakarta sama kali sama jalanan di Jepang yang suepiiiiii). Gw mesti sibuk ngingetin, ngeburu-buru, ndorong-ndorong dia untuk berangkat tiap kali dia mesti dinner atau ada flight domestik/international. Udah gitu sebelnya orang itu lucky melulu. Masa dah hampir ketinggalan pesawat gara-gara gak mau berangkat-berangkat eh dikasih naik mana seatnya diupgrade, gratis pula!!!!! Aaarghhhhhh.. 

Mestinya sih, untuk menghindari terjadinya miss communication, misunderstanding dan miss-miss lainnya,  mbok ya perusahaan multinasional setidak-tidaknya menyempatkan untuk mendidik mengenai cross culture ke orang-orang dari budaya yang didatangi dan budaya yang mendatangi, terutama mereka-mereka yang sering terpapar pada hubungan antar budaya.
Siapa tahu bisa diambil nilai-nilai positif dari dua budaya dan dijadikan kaizen point yang bisa diterapkan di semua bidang yang kemudian meningkatkan efisiensi perusahaan dan pada akhirnya mempengaruhi profitabilitas perusahaan.

Gitu aja kok repot..  (Kan jadinya gw yang repot, hiks)